Isak tangis mengisi hari ini. Ayahanda dari Eryu meninggal. Ayah Eryu meninggal karena penyakit yang sangat langka yang ada di Heilig Galaxy, kemungkinannya hanya 1:1.000.000.000 orang yang terkena penyakit ini. Penyakit ini dinamakan Deadly Poison, dinamakan seperti itu karena orang yang terkena penyakit ini tidak akan sembuh. Kini Eryu hidup seorang diri, ibunya meninggal ketika melahirkan Eryu. Eryu adalah anak tunggal dari keluarga Ryugen. Keluarganya sangat berperan dalam kehidupan masyarakat Cora.
“Hix...Hix...Hix... Ayah... mengapa engkau meninggalkan aku??? Mengapa ayah???” Teriak Eryu bersamaan dengan isak tangis yang mendalam. “Sudahlah Eryu, relakan ayahmu, kita semua yakin bahwa Ronz Ryugen akan berada di sisi Decem.” Kata Texer, teman seperguruan Eryu. Ronz adalah gelar kehormatan tertinggi yang diberikan untuk orang yang telah berjasa bagi Holy Alliance.
“TIDAK!!! Aku tidak bisa merelakannya... Aku tidak tahu akan hidup dengan siapa? Aku sebatang kara!” Kata Eryu sambil menatap Texer dengan tajam sambil memegang erat kedua bahunya. “Er, aku tahu betapa pedihnya hatimu, tapi kau masih punya kami, kami yang selalu ada disaat apapun juga.” Tiba-tiba bisikan lembut suara wanita terdengar di kuping kanannya, menenangkan hati Eryu yang sedang gundah. Eryu menoleh ke asal suara itu, ia melihat sesosok wanita yang anggun, cantik, dan lembut. “Terima kasih Arline.” Kata Eryu dengan suara yang hampir tidak terdengar. “Arline, hanya kamu yang dapat membuat hatiku tenang, terima kasih Line.” Kata Eryu di dalam hati.
Suasana di pemakaman sangatlah mengharukan, hampir seluruh orang datang menghadiri upacara pemakaman Ronz Ryugen. Setelah upacara pengiriman arwah, selang beberapa waktu, jasad ayah Eryu berubah bak air. Namun, tanpa bekas basah sedikitpun, dan pemakaman itu diakhiri dengan isak tangis banyak orang. “Er, lebih baik kamu pulang ke rumah ku saja.” Ajak Texer. “Aku tidak tega melihatmu tidur sendirian saat ini, kamu boleh tinggal sampai kapan pun.” Tambah Texer. “Baiklah.” Kata Eryu dengan muka tertunduk dan mata yang berlinang air mata.
“Aku duluan ya Line.” Kata Texer sambil melambaikan tangannya, namun Eryu tidak berkata sedikitpun dan langsung berjalan ke pintu keluar. Sebelum sampai di pintu keluar, Eryu menengok ke tempat ayahnya dibaringkan, “Selamat tinggal ayah, aku akan menjadi seorang yang berguna kelak. Aku janji!!!” Katanya dalam hati. “Kasihan sekali Er. Orang yang ia cintai telah tiada semua, bersabarlah Er.” Kata Arline dalam hati sambil menatap kepergian orang yang ia cintai. Lalu Arline menyusul berjalan ke luar tempat pemakaman.
1 jam kemudian.
“Tadaima! Aku pulang bu!” Kata Texer. “Gimana pemakamannya tadi nak?” Tanya Trishya, ibunda Texer. Keluarga Texer juga salah satu keluarga terhormat di kalangan Cora. Keluarganya bergelar Gronz, 1 tingkat di bawah Ronz. “Begitulah bu, o ia, aku punya tamu special nih bu.” Kata Texer. “Siapa?” Tanya ibunya. “Eryu.” Jawab Texer. “Ah... Nak Eryu? Apa benar?” Tanya ibunya tak percaya. “Ia bu, ini anaknya.” Kata Texer kalem. “Selamat sore tante.” Kata Eryu masih dengan nada yang pelan. “Selamat sore nak, ibu tidak menyangka kamu mau tinggal dirumah seperti ini.” Kata Trishya. “Ah... Tante merendah saja, rumah bagus seperti ini.” Kata Eryu dengan nada sedikit tertawa. “O ia Eryu, tante turut berdukacita atas kematian ayahmu ya, maaf tante tidak bisa datang, kaki tante sedang sakit. Jadi tante tidak berani berjalan jauh. Om juga sedang ada rapat dengan para petinggi di Green Valley” Kata Trishya. “Terima kasih tante.” Kata Eryu dengan nada yang kembali pelan. “Bu, bolehkan Eryu tinggal disini? Ia sudah tidak punya keluarga bu.” Texer memohon ibunya untuk mengiyakan. “Nak, itu tidak perlu kamu tanyakan. Ayah dan ibu adalah teman baik ayah dan ibunya Eryu, Ronz Ryugen sudah menitipkan anaknya kepada kami.” Kata Trishya.
“Nah Er, ingat ya, sekarang kamu tidak sendirian lagi! Kamu ga hidup sebatang kara ya! Kamu tetap mempunyai saudara, yaitu kami.” Kata Texer menghibur. “Ya.” Jawab Eryu singkat. “Nak Eryu, lebih baik kamu mandi, lalu makan, setelah itu tidurlah, kamu nampak lelah dan masih shock atas kematian ayahmu.” Kata Trishya dengan penuh perhatian. Trishya sudah menganggap Eryu sebagai anaknya, sejak kematian ibu Eryu, Trishya ikut mengurus Eryu. Rumah Gronz Trieth dengan Ronz Ryugen hanya berbeda beberapa blok saja, jadi tak heran dengan kedekatan ini.
“Baik bu, saya permisi dulu.” Kata Eryu sambil memberikan hormat, lalu pergi. “Nak, pakailah baju Texer dulu, nanti ibu ambilkan baju kamu dirumahmu.” Kata Trishya. “Terima kasih sekali bu, saya merasa sungkan dengan keluarga Gronz Trieth.” Kata Eryu sambil membungkukkan badannya. “Er, apa-apaan sih, kita ini KELUARGA!!!” kata Texer dengan nada agak sedikit tinggi. Jdarrr... Bagaikan petir menyambar di tengah hari, kata-kata Texer membuat Eryu mengingat keluarganya lagi, namun Eryu juga ingat bahwa masih ada orang yang peduli terhadap dia. “Hix...Hix...Hix... Terima kasih atas seluruh perhatian kalian.” Terdengar kembali isak tangis Eryu.
“Sudah, sudah. Itu adalah kewajiban kami terhadap almarhum orang tuamu. Sekarang lebih baik kamu istirahat Ryu.” Kata Trishya sambil memeluk Eryu dan Texer. “Kalian semua adalah anak-anak terbaikku.” Kata Trishya dalam hati.
“Ryu...” “Ryu...” satu suara yang tak asing untuk Eryu dan satu suaranya nampak asing bagi Eryu. “AYAH!!!” Teriak Ryu. “Ryu... ini ibumu, ini kali pertama kau melihatnya.” Kata ayahnya. “Ayah!!! Ibu!!!” Teriak Ryu mengisi keheningan malam. Ia baru menyadari bahwa itu semua adalah mimpi belaka. “Mimpi, hix...hix...hix...” air mata mengalir di atas pipi Eryu. Tak lama kemudian Eryu kembali terlelap di gelapnya malam karena terlalu lelah menangis satu hari ini.
“Eryu!!! Bangun!!! Sudah pagi nih, kita kan harus ke Shurzque.” Teriak Texer sambil membuka gorden ruang tamu yang ditempati oleh Eryu. “Waaaa!!!” Eryu berteriak spontan setelah ruangannya terang. “Silauuu!!! Duh... apa-apaan sih kamu, aku capek tau!” Kata Eryu dengan malas lalu menutupi matanya dengan bantal. “Er, kita tu mesti ke Shurzque, mesti mempersiapkan upacara persembahan seperti biasa.” Kata Texer sambil menggoyang-goyangkan tubuh Eryu agar bangun.
Kali ini Eryu menjawab dengan nada agak tinggi dan sedikit terkejut, “Ah??? Persembahan? Persembahan apa sih?” “Astaga ni anak, bangun mas, sekarang tu tengah bulan, kemaren Lyurenst tu udah hampir bentuk sempurna ya...” Kata Texer, kali ini sambil menarik barang-barang yang ada di atas kasur dan membuangnya ke lantai. “Ah? Apa? Lunerst? Apa lagi itu?” Jawab Eryu sambil menengkurapkan badan agar tidak silau. “LYURENST!!! Satelit kita!!! Bulan kita!!! Itu artinya sudah tengah bulan ERYU!!!” Teriak Texer yang sudah kehabisan akal membangunkan Eryu.
“Aduh-aduh, ada apa sih kalian? Kok ribut sekali?” Terdengar suara samar-samar ibunda Texer. “Ini kan masih pagi anak-anak, apa yang kalian ributkan?” Teriaknya lagi, walau agak samar-samar. “Eryu bu, dia enggak mau bangun, padahal kan kita harus mempersiapkan persembahan untuk Decem.” Kata Texer yang sedang berjalan menghampiri ibunya dan meninggalkan Eryu di tempat tidur.
“Lur...Lyu...Lyurenst??? Waaa... persembahan ke Decem!” Teriak Eryu sambil melompat dari tempat tidur dan segera bergegas keluar kamarnya. “Pagi semuanya!!!” ketika melihat Trishya dan Texer yang sedang duduk di ruang keluarga. “Pagi!” kata Trishya dengan ramah. “Masih pagi Er, tidur lagi gih!” kata Texer sambil melirik agak tajam ke arah Eryu. “Texer, enggak boleh gitu, ibu enggak pernah ajarin kamu seperti itu, maafkan Texer ya Eryu!” Ujar Trishya. “Dah, mandi sana, waktu kita sempit nih!” Perintah Texer.
Eryu segera ke kamar tempat ia tidur, dibukanya lemari pakaian. “Loh?! Ini kan pakaianku, kok bisa ada?” tanyanya dalam hati sambil mengambil satu set pakaian dan segera menuju ke kamar mandi yang ada di kamar itu.
“Waw... airnya dingin banget, segarnyaaa...” Kata Eryu dalam hati. Setelah sabunan dan membilas badannya, ia kemudian mengenakan baju yang ia ambil tadi. “Baju ini...” Kata Eryu dalam hati tanpa melanjutkan kata-katanya. Setelah terlihat rapi, ia segera menuju ke ruang keluarga. Texer sudah membawa segala peralatan yang ia butuhkan dan “Eryu, catch this!” Kata Texer sambil melempar tas hitam. “Itu peralatanmu.” Tambahnya.
“Wow, thanks bro! Let’s Go to Lyurenst!” Seru Eryu penuh semangat menjalani hari barunya.”Lyurenst? Mau ke luar angkasa? Sudah bangun belum sih?” Ledek Texer. “Eh... kok Lyurenst sih... maksud aku Shurzque. Yu pergi.” Kata Eryu dengan sedikit malu karena salah menyebut. “Eitss... sabar dong Er, kamu makan dulu, ibuku sudah masak susah-susah nih!” kata Texer. “Kamu? Enggak makan?” Tanya Eryu. “Aku sudah, kamu ke ruang makan gih, aku tungguin disini.” Perintah Texer.
Kemudian Eryu menuju ruang makan, disana telah disediakan berbagai macam makanan. Dilahapnya makanan tersebut. “Makan yang kenyang Ryu!” Terdengar suara manis Trishya. “Ya bu, terima kasih untuk semuanya.” Balas Eryu sambil melanjutkan makannya. “Tidak perlu terima kasih, anak Ryugen adalah anakku juga.” Kata Trishya.
Mendengar ucapan Trishya, Eryu terharu mendengarnya. “Betapa baik perlakuan keluarga ini terhadap...” “ERYU!!! CEPAT DONG, NANTI TERLAMBAT!!!” Tiba-tiba suara lantang Texer menyirnakan lamunan Eryu. “O ia ia, sudah selesai, tinggal cuci piring kok!” teriak Eryu tidak kalah kencang. “Sudah Eryu, kamu pergi saja, biar ibu yang mencucinya. Utamakan Decem! Itu amanat dari Ryugen untuk kamu, dan juga untuk kamu Texer.” Kata Trishya memberi nasihat kepada kedua anaknya sambil mengarahkan tangannya ke piring Eryu.“Terimakasih bu...” Kata Eryu “Kami pergi!!!” Seru mereka berdua.
Mereka berdua keluar rumah dan berjalan kaki ke Shurzque, mereka tidak mengenal yang namanya kendaraan bermotor, karena Decem membenci pengrusakan alam. Cora meyakini bahwa jika tidak mengikuti peraturan Decem, mereka akan diberi tulah dan hukum karma yang sangat hebat. Eryu dan Texer berbincang-bincang selama perjalanan, mulai dari keluarga Texer yang baik hati, sampai pada satu saat. Eryu tiba-tiba berhenti berjalan dan bertanya tiba-tiba “Tex, nanti di Shurzque ada Arline enggak?” Texer lalu mendekati Eryu dan berkata “Eh? Apa?” sambil mendekatkan kupingnya ke mulut Eryu, Texer tidak percaya dengan pendengarannya.
“Arline...” kata Eryu pelan. “Arline? Iya, kenapa? Kok tiba-tiba gitu sih??? Ehemm...” Tanya Texer dengan nada meledek khasnya yang kerap kali membuat mereka bertengkar sebentar. “Sudah deh, enggak usah keluarin jurus maut. Nanti ada Arline enggak?” Tanya Eryu penuh dengan kepenasaran. “Memangnya kenapa kalau ada Arline?” “Enggak apa-apa sih, cuma mau tanya saja.” Kata Eryu dengan mukanya yang memerah. “Yang bener???” kini lirikan ‘maut’ sang Texer menusuk Eryu. “Sudah deh... kalau enggak mau jawab juga gapapa... huh...” “Ngambek... ya deh, tak jawab... Ada Clarise.” kata Texer sambil memalingkan badannya dan kembali berjalan.
“Clarise? TEXER!!! Tunggu dong.” Panggil Eryu sambil mempercepat jalannya untuk menyusul Texer. “Maksudnya Clarise? Pacarmu itu?” Lanjut Eryu setelah berhasil menyusul. “Yup, and you know lah, dimana ada Clarise disitu ada...” “Asik!!!” potong Eryu sebelum Texer menyelesaikan kalimatnya. Lalu mereka berdua tertawa sambil melanjutkan perjalanan.
Sementara itu di Shurzque, sudah ada beberapa orang yang sedang menata ruangan untuk persembahan bulanan ke Decem, sebenarnya Decem tidak menyuruh rakyat Cora untuk memberikan persembahan, Decem hanya ingin masyarakat Cora untuk hidup sesuai dengan aturan yang telah Decem buat. Persembahan ini hanya sebagai tanda terimakasih dari rakyat Cora untuk dewa tercinta mereka. Termasuk Arline dan Clarise.
“Kok hari ini mukamu tampak cerah sih Line? Ada apa sih? Enggak curhat-curhat kita?” kata Clarise yang melihat keanehan di muka Arline. “Enggak ada apa-apa kok.” Jawab Arline sambil tetap bekerja.
Tok...Tok...Tok... suara pintu diketuk, tak berapa lama, pintu itu kemudian dibuka oleh pendatang tersebut. 2 sosok tubuh muncul di balik pintu tersebut, ternyata Eryu dan Texer. “Oh... itu ya yang membuat kamu kelihatan cerah hari ini?” Ledek Clarise. “Iih... apaan sih Rise? Sok tau ah!” Kata Arline tanpa meninggalkan pekerjaannya. “Line, itu... samperin dulu dong, sapa kek, ato ngapain kek...” Perintah Clarise. “Loh, kamu sendiri kok enggak nyamperin Texer?” Arline mengalihkan pembicaraan. “Ini baru mau, yuk kesana!” ajak Clarise sambil menarik tangan Arline yang sedang menata kain untuk menutupi meja persembahan.
“CLARISE!!! Apa-apaan sih kamu?” tanya Arline. “Sudah enggak usah cerewet deh!” Bentak Clarise. Sesampainya di depan pintu masuk, langsung saja Clarise menyapa mereka berdua, “Hai Eryu, hai sayang!” “Halo juga.” Kata mereka berdua. “Ayo masuk, kerjaan kita sudah menunggu nih!” ajak Clarise. Lalu mereka berempat segera menuju ke posisi masing-masing, Eryu bekerja bersama Texer dan Arline bekerja bersama Clarise.
Tiba-tiba, terbesit pikiran di benak Clarise. “Ah, aku ajak Texer bantuin pekerjaanku ah, terus nanti suruh Arline bantuin Eryu, biar makin dekat tuh dua anak.” Pikir Clarise. Disaat yang sama, Texer juga berfikir mirip dengan apa yang dipikirkan oleh Clarise. “Texer, sayang, bantuin aku dong, kita mesti mindahin meja ini nih, kalo aku sama Arline ga kuat kayanya.” Teriak Clarise tiba-tiba. “Iya sayang, sebentar, aku kesana.” Jawab Texer sambil menuju ke posisi Clarise. “Line, tolong kerjain kerjaan Texer dong, maaf ya, nanti kerjaan kamu biar Texer yang kerjain deh.” Kata Clarise sambil memohon.
“Ya udah deh, hati-hati angkat mejanya, berat.” Kata Clarise sambil pergi menuju tempat Eryu. Tiba-tiba Eryu merasakan belaian ringan dikepalanya. “Eh... Kamu toh Line.” Kata Eryu terkaget. “Iyah... hehehe, kamu keliatan lelah Ryu.” Kata-kata tersebut tiba-tiba keluar dari bibir mungil Arline. “Eh... ah...eeee.” Eryu terlihat sangat canggung dengan pembicaraan mereka berdua. “E...E...Eng...Enggak ah, m..mmaasa sih?” Katanya terbata-bata. “Iya ah, di dahimu banyak keringat, sini aku lap keringatmu.” Lalu diambilnya tissue yang ada di saku baju Arline, di ambil secarik tissue tersebut dan dilapkan ke dahi Eryu, Eryu yang semula ingin mengambil dan mengelap sendiri ternyata salah pengertian. Tangan Arline sudah mendarat di dahi Eryu, dan Eryu tanpa disadari memegang tangan sang pujaan hati yang berada di dahinya. Kejadian itu cukup lama sampai “Ehh... maa...maaaaffin aku Line.” Kata-kata tersebut terlempar dari mulut Eryu. “Maaf?” Tanya Arline. “Eh.. enggak deh, enggak jadi, ayo kita kerja lagi.” Kata Eryu sambil memalingkan wajahnya. Sebenarnya pikirannya masih tetap berada di wajah cantik Arline.
Hari sudah larut, langitpun sudah berubah menjadi gelap. Di Shurzque hanya tinggal 4 sekawan. Texer mendapat tugas untuk mengontrol semua barang dan menyegel Shurzque dengan mantra agar tetap suci sampai waktu akan digunakan. “Ah... capenya...” Keluh mereka berempat. “Tex, aku tunggu di pohon brinxin di taman depan ya! Ada yang mau ikut?” Tanya Eryu. “Tidak, aku ingin menemani Texer, kamu temenin Eryu gih Line.” Kata Clarise.
Di bawah pohon brinxin, Eryu dan Clarise tidur-tiduran berdua, menikmati indahnya langit saat itu. “Eryu...” panggil Arline pelan. “Eryu... Eryu...” panggilnya lagi. Ternyata Eryu tertidur saking lelahnya. Melihat itu, Arline duduk, dan dibelai kepalanya, dikecup kening Eryu pelan dan membisikkan “I love you Ryu.”
Eryu terlarut dalam tidurnya. “Eryu...” Kata-kata itu kembali muncul dalam mimpi Eryu, namun kali ini suaranya berbeda dengan yang pertama. “Siapa itu?” tanyanya. “Eryu, kau... Cora...Ryuukachii.” Kata suara tadi. “Apa maksudmu?” Tanyanya.
“Eryu, bangun... kita pulang.” Kata Texer. “Ah... Apa? Sudah kelar? Gimana segelnya?” Tanya Eryu gelagapan. “Sudah-sudah, ayo pulang, sebelumnya kita antar mereka dulu ya.” Ajaknya. Selama perjalanan menuju rumah Arline dan Clarise, hati Eryu penuh dengan tanda tanya.
“Cora? Aku? Kenapa dengan aku, kenapa dengan Cora? Ryuukachii? Apa lagi itu?” pikirnya dalam hati. Karena terlalu serius dengan pikirannya, ia tidak merasakan jalan yang begitu jauh. Sesampainya dirumah Texer, mereka disambut Trishya dan Trieth. “Ayah... Kapan pulang?” Tanya Texer ke ayahnya. “Malam om, malam tante.” Sapa Eryu dengan nada yang rendah. “Malam, ayah baru saja pulang, baru sempat mandi saja. Sudah malam, lebih baik kalian mandi, makan lalu istirahat.” Kata Trieth.
“Maaf om, maaf tante, aku lelah, bolehkah aku sehabis mandi langsung istirahat saja?” tanya Eryu. “Oh, baiklah, selamat beristirahat. O ya Ma, nanti aku mau bicara ya.” Kata Trieth.
Eryu menuju kamarnya, mengambil baju, mandi cepat-cepat lalu segera menuju ke tempat tidur. Di atas ranjangnya, ia berfikir tanpa henti akan mimpi yang ia dapati setiap tidur, sudah 2 hari mimpi yang mirip dialaminya. Tiba-tiba rasa ngantuk mulai menguasainya, namun ini bukan ngantuk yang biasa, ia merasakan ada yang memaksanya untuk tidur. “Eryu...” “Apa? Suara ini lagi?” pikirnya dalam hati. “Eryu, hanya kau yang bisa... Cora ditanganmu. Satu lagi hanya Ryuukachii yang dapat membantumu.” Eryu terbangun dari tidurnya. “Ryuukachii... apakah itu?” tanyanya dalam hati, kemudian ia kembali pergi ke alam keduanya dengan tenang.
Sementara itu di kamar Trieth dan Trishya. “Tadi mau ngomong apa pa?” tanya Trishya. “Hmm, soal rapat di Green Valley ma.” Jawabnya. “Itu rapat apa sih? Kok dadakan begitu? Sayang aku tidak dapat menghadirinya, karena kakiku ini.” “Aku juga bingung sebelumnya, seluruh petinggi di planet ini dikumpulkan karena, menurut ‘mereka’ Black Hole yang dulu kita segel dan kita buang keluar galaxy ini kembali mendekat dengan kekuatan hisap yang jauh lebih besar.” Trieth memberi penjelasan. “Mereka?” “Ya, para Forellers.” “Forellers? Orang-orang hebat yang setingkat dengan Ronz itu yah? Aku hanya mendengar gosip tentang mereka yang diangkat setara dengan Ronz.” Tanya Trishya dengan sedikit kaget. “Ya, kamu benar, mereka diangkat karena keahlian meramal masa depan yang akurasinya 99,9% itu. Dan mereka meramalkan akan ada satu orang dengan Great Animus yang dapat menyelamatkan kita.” “Maksudmu, hanya satu orang yang dapat menyegel Black Hole itu?” Tanya Trishya yang agak bingung dengan perkataan suaminya. “Bukan, kekuatan Great Animus dan pemiliknya serta seluruh masyarakat Cora tidak dapat menyegel kembali kekuatan dasyat Black Hole yang baru ini, namun Great Animus ini dapat menolong kita pergi mencari tempat tinggal baru.” Trieth memberi penjelasan kepada istrinya. “Great Animus? Isis maksudmu?” Tanya istrinya lagi. “Isis... sekarang isis termasuk Elite Animus karena penemuan para Forellers. Isis, Hecate, Paimon, dan Inana sekarang adalah Elite Animus.” Jawabnya. “Apa??? Lalu Great Animus yang menggantikan posisi Isis apa? Bukankah kita hanya memiliki 4 macam animus?” Tanya Trishya. “Animus ini memang tidak terkenal dikalangan masyarakat Cora, namun apa kamu pernah mendengar bahwa Ryusaki, ayah dari Ryugen yang menyegel Black Hole itu mempunyai 5 buah Animus?” “Apa? Hironz Ryusaki? 5 macam Animus?” Trishya terus bertanya tanpa henti. “Ya, sepeninggalan Hironz Ryusaki, Animus tersebut ikut terkubur bersama dengan gelar Hironz yang di milikinya. Bahkan Ryugen, anaknya, hanya pernah mendengar bahwa ayahnya memiliki 5 Animus.” Jawabnya. “Hironz Ryusaki bersama Hironz yang lainnya mempertaruhkan nyawa untuk menyegel Black Hole atas jasanya, keturunannya mendapat gelar Ronz dan gelar Hironz hanya diberikan untuk mereka yang telah menyegel” Tambahnya. “Apakah para Forellers tahu banyak tentang Animus tersebut?” Tanya Thrisya lagi. “Tidak banyak, mereka hanya mengetahui sedikit tentang Animus itu. Mereka hanya memberi tahu animus itu adalah. Ancient Animus, Ryuukachi...”
The New World Part 3: Curious Dream
Diposting oleh
Christian
at
Selasa, 12 Februari 2008
Label: Story: The New World
0 komentar:
Posting Komentar